Bangsa Gajah, Semut dan Air: Konflik Peradaban Abad Millenial

Oleh: Ahmad Najib*
[Cendikiawan & Enterpreneur]

GNKRI.id—Sejauh mata memandang, bangsa Indonesia adalah sebuah entitas kebangsaan atas dasar politik. Tapi di masa lampau ia bangsa Nusantara, sebuah entitas kebudayaan. Lantas apa ciri utama bangsa Nusantara secara kebudayaan?

Bangsa Nusantara itu bangsa yang menempati bentangan belahan bumi dari Madagaskar hingga Hawaii. Terdiri dari Polynesia di timur dan Melanesia di barat. Jadi suku-suku aseli di Australia, Solomon Island, Tahiti, Vanuatu, Samoa, hatta Hawaii itu termasuk bangsa Nusantara.

Ciri menonjol budaya Nusantara adalah air. Oleh karena itu negeri bangsa Nusantara tidak disebut tanah saja, tapi juga air. Maka lengkap disebut Tanah Air. Bangsa lain akan menyebut negerinya hanya dengan referensi tanah saja. Misalnya: motherland, fatherland, Homeland, dan sebagainya. Karena akrabnya dengan air, bangsa Nusantara juga disebut sebagai bangsa air. Baik berlokus dari sungai yang membentuk pura (kota) maupun laut dengan budaya Selat.

Di abad kini, luas laut Indonesia mencapai 6.315.222 km² atau sekitar 1.75 % dari 361 juta km² luas laut dunia. Jumlah tersebut proporsinya mencapai 70 % dari keseluruhan luas wilayah Indonesia. Unik memang, proporsi ini mirip dengan proporsi luas laut dunia, sama-sama terdiri dari 70 % lautan. Lebih unik lagi, proporsi ini juga mencerminkan tubuh manusia yang terdiri dari 70% air. Inilah nature bangsa Air.

Di abad millenial ini dan era akan datang, ada tiga bangsa utama. Pertama, bangsa Gajah, dipimpin oleh Amerika. Bangsa yang terkenal dengan kekuatan senjatanya. Kedua, bangsa Semut; ini adalah Bangsa Cina yang di seluruh pojokan dunia manapun selalu ada koloninya. Persis semut. Ketiga, bangsa Air. Ini, ya bangsa kita: Nusantara.

Catur geo-politik dan geo-ekonomi global akan dimainkan oleh ketiga bangsa tersebut. Bukan lagi oleh bangsa Arab, India, ataupun Afrika. Bangsa-bangsa ini sudah selesai peranannya dalam menghegemoni kebudayaan dunia. Nah, disini lah letak “the class of civilization” versi saya. Tentu bertentangan tajam dengan penulis karya judulnya tersebut, Samuel Huntington yang terkenal itu. Huntington kurang imajinatif dalam membaca gejala abad 21, era millenial. Kenapa tiga bangsa di atas?

Sudah ada petunjuk bila jeli kita kaji. Tak perlu mengernyit dahi. Masing-masing ketiga bangsa tadi saling bertarung. Di mulai dari bangsa Gajah akan dikalahkan oleh bangsa Semut. Dan hari ini Gajah sudah mulai kelabakan menghadapi Semut. Tanda-tanda collaps-nya Gajah kian nampak di depan mata. Jika kemudian bangsa Semut akan menguasai dunia, maka yang bisa menjadi lawan tangguhnya adalah bangsa Air: bangsa Nusantara. Sebab musuh semut memang adalah air.

Ini hanya sebuah pesan profetis yang perlu kita persiapkan sejak sekarang. Jika tidak, kita hanya akan jadi air di dalam gentong, yang hanya dimanfaatkan bangsa lain. Ingat, air itu dahsyat. Maka Tuhan memberi kita tsunami untuk jadi bahan pelajaran buat kita; bahwa dalam diri kita ini tersimpan kekuatan yang sangat dahsyat.

Tapi untuk menghasilkan gelombang tsunami, kita harus bersatu. Bukan terpecah dalam wahana berupa gentong, gelas, dan sebagainya. Memegang teguh nilai luhur bangsa kita, bangsa Nusantara sebagai kelanjutan peradaban. Bukan tercerabut dari akar kearifan. Begitu kita sadar, kita pasti bisa. Ada saatnya tsunami kita hempaskan agar bangsa lain biar mereka menyadari siapa diri kita sesungguhnya. [] #GNKRIPusat

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply