GNKRI Dorong Jokowi Evaluasi Total Otsus Papua

Ratusan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara terhadap tindak kekerasan fisik dan verbal atas mahasiswa Papua di Jawa Timur di Jakarta, Kamis (22/08/2019). Mengenakan atribut dan simbol Bintang Kejora, mereka menuntut pengungkapan kekerasan pengepungan asrama mahasiswa di Surabaya dan perlakuan rasisme, kapitalisme, kolonialisme dan militerisme yang menimpa warga papua.

Ketua Umum Gerakan Nasionalis Kebangsaan Rakyat Indonesia (GNKRI) Marbawi A. Katon menyesalkan aksi-aksi yang berurutan dan terlihat sistematis dalam kasus Papua. Menurutnya kasus Papua ini merupakan cara-cara lama yang masih digunakan dengan memainkan isu SARA.

“Sedangkan permasalahan pokoknya tak pernah terungkap secara jujur dan jelas. Tentu modus seperti ini tak bisa dibiarkan berlarut karena dampaknya bagi stabilitas nasional,” ungkap Marbawi saat dihubungi AKURAT.CO, Jakarta, Minggu (25/8/2019).

Dengan peristiwa itu, Marbawi mendorong pemerintah Joko Widodo segera evaluasi otonomi khusus Papua secara total. Semua pemangku kepentingan, baik di daerah maupun di pusat harus bersedia dievaluasi.

“Sudah begitu banyak anggaran, regulasi, kebijakan, program, dan tim-tim yang dibentuk, tapi kita belum punya hasil audit otonomi khusus,” jelas dia.

Menurutnya, evaluasi ini bisa diselesaikan sampai akhir tahun ini, sebagai langkah strategis penyelesaian masalah secara komprehensif. Jangan lagi parsial atau hanya kasuistik.

“Nilai Papua terletak pada kekayaan sumberdaya alamnya yang diperebutkan oleh kapitalis-kapitalis global maupun kaki tangannya di dalam negeri. Puluhan tahun telah berlangsung. Kini, ada upaya dari Pemerintah untuk mengkaji ulang struktur kepemilikan dan tata kelola. Tentu, ada reaksi dari kekuatan-kekuatan status quo,” jelas Marbawi.

Lebih lanjut, Marbawi mengatakan dalam jangka panjang secara sistematis, pembangunan sumberdaya manusia Papua harus menjadi perhatian utama sekaligus terintegrasi secara nasional. Ikatan-ikatan sosial dan budaya harus lebih dioptimalkan. Misal, para perantau di Papua, tunjukkan contoh berbahasa Indonesia, tidak lagi bahasa sukunya.

Semua elemen bangsa, apalagi elite harus menahan diri dari upaya-upaya yang memperunyam keadaan. Apalagi memainkan sentimen identitas secara tidak bertanggungjawab.

Secara garis besar, ras pribumi di NKRI adalah Austronesia dan Melanesia. Namun, dalam sejarahnya, semua ras dan bangsa berinteraksi secara mutual untuk kemudian sama-sama menjadi warga negara Indonesia dengan hak dan kewajiban yang setara. Hal ini harus menjadi pegangan bersama dalam kehidupan sosial yang adil dan beradab.

“Kita semua harus bersatu dalam keragaman sekaligus bersatu dalam keadilan. Kita tak ingin NKRI yang didirikan dengan ribuan dan jutaan nyawa ini harus kembali terpecah-pecah karena kedunguan dan keserakahan kita sendiri”, tutup Pendiri Pesantren Panca Sila ini

sumber : akurat.co

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply