
Audiensi- Kepala UKP-Pembinaan Ideologi Pancasila, Yudi Latif (ketiga dari kanan barisan bawah) usai berdiskusi dengan Para Pemrakarsa-Pendiri GNKRI, di Kantor Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila, Jakarta, Senin (23/10).
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID – Pancasila merupakan ideologi bangsa yang harus tertanam di semua elemen kebangsaan. Santri sebagai salah satu sokoguru Bangsa Indonesia, ikut bertanggung jawab mengamalkan Pancasila dan menanamkannya kepada semua warga negara sebagai perilaku sehari-hari.
Dengan panggilan sejarah tersebut, Gerakan Nasional Kebangsaan Rakyat Indonesia (GNKRI) yang dimotori kaum santri melakukan audiensi dengan UKP Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) yang diterima langsung oleh Kepala UKP-PIP, Yudi Latif, di Kantor Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila, Jakarta, Senin (23/10).
Yudi Latif mengatakan bahwa pertemuannya dengan GNKRI, seperti pucuk dicinta ulam tiba. Dalam dialog yang berlangsung hangat dan santai, Yudi Latif menyebutkan adanya missing link kalangan terpelajar perkotaan yang akhirnya terpapar radikalisme, dengan kaum santri yang berlatarbelakang pesantren dengan kapasitas kajian keislaman yang kuat dan “selesai” dengan ideologi kebangsaan.
Adanya GNKRI seakan menjadi “jembatan” untuk mengatasi hal ini. Potensi kaum santri merah putih seperti yang digalang oleh GNKRI dirasakan tepat untuk memberikan pencerahan Islam yang rahmatan lil alamin, moderat, dan menjaga semangat ke-Indonesia-an secara “bulat”.
Menurut Yudi Latif, ada lima fokus UKP PIP, yaitu pemahaman Pancasila, inklusi sosial, keadilan sosial, keteladanan, dan pelembagaan.
Diantaranya, dua hal yang diurai panjang lebar . Pertama, program inklusi sosial yang basisnya adalah pesantren dan kampus umum.
Kedua, adalah keadilan sosial dimana perlunya mengatasi ketimpangan dan kesenjangan sosial ekonomi. Dalam konteks kaum muda dan keumatan, perlu ada agenda khusus untuk akses pada sumberdaya ekonomi dan pembangunan kapasitas kewirausahaan agar daya tahan hidup dapat terjamin. Jika terwujud, maka ini merupakan sabuk keselamatan bangsa yang paling kuat.
Dalam paparannya di hadapan Pimpinan UKP PIP, Marbawi, Ketua Umum GNKRI mengatakan bahwa GNKRI mengusung gerakan
“Sentralisme Kebangsaan Anti Subordinasi” sebagai ideologi-operatif dari Indonesianisme/Pancasilaisme. Yaitu, Bangsa Indonesia yang bulat identitas kebangsaannya dan dalam membangun dirinya tidak bisa didikte oleh kekuatan-kekuatan luar manapun yang ingin mensubordinasi NKRI. Dalam rangka itu, GNKRI akan menggarap desa, pesantren, kampus, industri, komplek, dan masjid sebagai tapak-tapak kebangsaan.
Marbawi, yang juga Wakil Ketua Kwartir Nasional Pramuka Bidang Perencanaan, Pengembangan dan Kerjasama (Renbangma) tersebut juga mengatakan bahwa ada empat hal yang bisa dilakukan secara gotong royong oleh UKP-PIP dan GNKRI.
Pertama, intervensi moderasi pemahaman keagamaan yang cenderung sektarian. Kedua, kaderisasi kaum muda Pancasilais sebagai komponen potensial NKRI. Ketiga, endorsement UKP-PIP kepada GNKRI untuk melakukan pendidikan dan pelatihan (diklat) penggerak Pancasila bagi publik. Keempat, dukungan publikasi keindonesiaan/kepancasilaan.
Yudi Latif, Kepala UKP-PIP didampingi oleh Silverius Yoseph Soeharso, Deputi Pengendalian dan Evaluasi UKP-PIP. Audiensi diikuti oleh 15 orang yang mewakili 33 Pemrakarsa-Pendiri GNKRI yang didirikan di Sawangan tanggal 12 Agustus 2017 lalu, sekaligus Pimpinan Pusat GNKRI masa bakti 2017-2022 diantaranya adalah Marbawi, Fachmy Koto, Imron Rosyadi, Novriantoni, Usman, Iif Fikriyah, Son Haji, Fadhly Azhar, Afthon Lubby, Budhy Firmansyah, Raja Armansyah, Zamril, Taufik Abdullah, dan Nanang Nasruddin. (*)
Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id
Penulis: Dian Lestari
Editor: Jamadin