Tan Malaka dan Kompetensi Pergerakan Kebangsaan: Romantisme Tan Malaka (Seri 1).

Penulis :
Fadhly Azhar Arsyad
Ketua Bidang Kajian Strategis PP GNKRI

Tan Malaka lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat pada tanggal 2 Juni 1897 adalah seorang penggagas Republikanisme Indonesia melalui bukunya Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) yang dipublikasikan di Kanton tahun 1925. Tan Malaka sejatinya merupakan semi-bangsawan dari keturunan ibunda-nya yang menolak gelar kebangsawanannya sendiri sebagai Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka karena dimasa pengukuhan gelar kebangsawanananya, Tan Malaka ingin belajar sekolah guru pemerintah di Belanda dengan mendapatkan beasiswa pemerintah Belanda dans sedikit bantuan dari engku di desanya. Tan di masa kecilnya senang mempelajari pencak silat dan menghafal Al-Quran.
GH Horensma, salah satu gurunya yang dari awal mengagumi kecerdasan Tan Malaka karena menulis artikel yang mengkritisi kerja rodi dan keniscayaan politik etis, merupakan guru yang karib dengan Tan Malaka. Bisa dikatakan, asal muasal politik etis pendidikan pribumi non-bangsawan yang disekolahkan ke Belanda adalah pikiran dari Tan Malaka (Hendri Teja, 2016). Tan Malaka juga sangat senang dengan sepak bola saat sekolah di Belanda, bahkan dia punya bakat dalam olahraga sepak bola. Setelah lulus dari sekolah guru, Tan Malaka menerima gelar datuk dari kampung halamannya di tahun 1913.(Syaifuddin, 2012).

Semasa Sekolah di Bukittingi, Tan Malaka jatuh hati dengan Syarifah Nawawi, seorang gadis Bukittingi. Namun cintanya kandas saat Ibrahim dihadapkan pada dua pilihan: menolak dinobatkan sebagai datuk atau menikah dengan gadis pilihan orangtuanya. Ibrahim pilih yang pertama.

Di Belanda, Tan Malaka mengidap penyakit Pleuritis (radang paru-paru) di tengah kesibukannya menyelesaikan tugas akhirnya sekaligus menulis beberapa artikel untuk menyambung hidup di Belanda. Saat itulah, Tan mengenal Fenny Struijvenberg sebagai orang yang saling jatuh cinta. Sayayangnya dalam kisah asmara Tan Malaka, Tan harus berhadapan dengan Hendrik yang merupakan tunangan Fenny.

Kehidupan Asmara Tan Malaka tidak berhenti sampai di situ, Tan juga mengenal Enur, gadis desa asal Banten, lagi-lagi romantisme Tan Malaka kandas karena Enur ditembak mati oleh pegawai intelijen Hindia Belanda.

Setelah mengenal Enur, Tan melakukan pelarian politik ke Manila, Filiphina. Di Filiphina Tan sempat jatuh hati dengan gadis yang merupakan seorang anak professor di Universitas ternama di Manila. Hubungan mereka terputus karena Tan ditangkap intelijen Amerika, diadili di Pengadilan Manila dan divonis deportasi keluar dari Filipina. Tan kembali ke Tiongkok, menuju Shanghai di mana dia tinggal di sebuah desa kecil selama kurang lebih tiga tahun, sampai 1932, dalam keadaan sakit dan tak punya uang. Di satu sisi, Tan Malaka lebih memikirkan perasaan kawannya Winanta yang juga menyukai gadis tersebut. Begitulah kisah asmara Tan Malaka yang muncul selama aktivitas dan pelarian politiknya

(Bersambung ke Seri 2 Tan Malaka dan Kompetensi Pergerakan Kebangsaan: Tan Malaka dan Komunikasi Telik Sandi Dengan Para Kawan)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply